Ketua MUI Sebut Masjid Bisa Digunakan untuk Berpolitik

Ketua MUI Bidang Dakwah Cholil Nafis menyebut, Masjid bisa digunakan untuk berpolitik, tapi bukan sembarang politik. Ada syarat tertentu agar masjid bisa digunakan untuk politik.

"Kalaupun masjid akan digunakan untuk politik, maka yang dimaksud adalah politik kebangsaan dan keadaban, yaitu politik untuk mempersatukan umat. Menjelaskan tata nilai politik yang luhur dan cita-cita pendiri bangsa Indonesia," jelas Kiai Cholil dalam pernyataan tertulis, Selasa (20/6).

Cholil menjelaskan terkait preferensi politik, orang dapat memilih berdasar selera masing-masing, mungkin karena kesamaan suku, agama, ras atau hal-hal lain karena adanya pertemuan emosi.

"Tetapi yang terpenting adalah bagaimana satu sama lain tetap saling menghargai dan menghormati," ujar dia.

Kiai Cholil berpesan, hasrat politik jangan sampai melupakan seseorang pada ranah-ranah publik yang menjadi simbol pemersatu. Artinya ada tempat tertentu yang tidak boleh digunakan untuk kampanye atau untuk mendukung salah satu calon atau pasangan calon, contohnya masjid dan tempat ibadah lainnya.

"Kalau masjid digunakan untuk politik praktis, misal kampanye capres X saja, maka dijamin jemaahnya bubar," tegas Kiai Cholil.

Kiai Cholil juga menyampaikan pesan tersebut dalam acara silaturahmi Komisi Dakwah MUI Pusat dan MUI Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan tajuk "Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam Menjaga Ukhuwah di Tahun Politik".

Acara diikuti 100 dai dan bertempat di Aula Serbaguna Wali kota Jakarta Pusat pada Senin (19/6). Acara ini menghadirkan KH. M. Cholil Nafis, Lc., MA, Ph.D, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Pusat, KH. Ahmad Zubaidi, MA, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Halman Muhdar, Ketua Bawaslu Jakarta Pusat, dan Irjen Pol (Purn) Ir. Hamli, M.Si.

Kiai Cholil dalam paparannya juga mengatakan bahwa kunci terjaganya perdamaian di tahun politik ini adalah kalau para politisi dan semua pendukungnya berpolitik dengan mengedepankan akhlaqul karimah.

"Dengan akhlaqul karimah, maka siapa pun yang berkecimpung di politik akan punya rambu-rambu universal sebagai pengendali hasrat politiknya, sehingga berpolitik tidak asal mencapai tujuannya, tetapi melalui proses yang luhur," jelas Kiai Cholil.

Sumber: Kumparan