Lima Tokoh Gorontalo yang Berpengaruh di Indonesia

GORONTALO – Banyak tokoh nasional berdarah Gorontalo yang memiliki jasa untuk Indonesia. Selain tokoh sentral yang berjuang memerdekakan Gorontalo pada tahun 1942, ada juga ilmuan yang jasa-jasanya memiliki pengaruh di Indonesia.

Berikut Banthayo.id merangkum lima tokoh yang dikenal masyarakat Gorontalo sebagai pahlawan nasional yang berdarah Gorontalo, menurut Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Purbakala Provinsi Gorontalo.

  1. Hans Bague (HB) Jassin

Hans Bague Jassin atau dikenal H.B Jassin adalah seorang pengarang dan kritikus sastra kebangsaan Indonesia. Ia di sebut-sebut sebagai referensi bagi pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Baik di pendidikan SD, SMP, SMA, bahkan hingga ke perguruan tinggi. Karena dirinya berkiprah dibidang ktirik dan dokumentasi sastra, maka ia di juluki paus sastra Indonesia.

H.B Jassin di lahirkan di Gorontalo pada tanggal 31 Juli 1917. H.B Jassin meraih gelar kesarjanaannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1957. H.B Jassin mendapatkan tawaran dari Sultan Takdir Alisjahbana untuk bekerja di badan penerbitan balai pustaka tahun 1940. Setelah meniti karier di tempat tersebut, ia dipercaya menjadi redaktur dan kritikus sastra pada berbagai majalah budaya dan sastra di Indonesia.

Han Bague Jassin (H.B. Jassin) di juluki paus sastra Indonesia. Foto: Dok UPTD Museum Gorontalo

Tidak hanya itu, sejak ia kembali ke Gorontalo tahun 1939, dirinya bekerja sebagai pimpinan redaksi dan redaktur dari berbagai macam kantor majalah.

Atas jasa-jasanya, ia menerima banyak penghargaan. Di antaranya, Satyalencana Kebudayaan dari pemerintah Republik Indonesia pada 20 Mei 1969 dan Hadiah Martinus Nijhoff dari Prins Bernhard Fonds di Den Haag, Belanda.

Ia juga diberi gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia pada tahun 1983. Dan dianugrahi Bintang Mahaputra Nararaya oleh Pemerintah Republik Indonesia.

H.B Jassin meninggal di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada 11 maret 2000, pada usia 83 tahun.

2. Nani Wartabone

Nama Nani Wartabone sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia. Nani Wartabone merupakan pejuang Gorontalo yang memerdekakan rakyat Gorontalo dari penjajahan kolonialisme pada tahun 1942.

Nani Wartabone dilahirkan pada 30 Januari 1907 di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Nani Wartabone di anugrahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2003. Nani Wartabone mulai memperjuangkan kemerdekaan sejak bersekolah di Surabaya. Ia kemudian mendirikan organisasi pemuda yang disebut Jong Gorontalo di Surabaya. Tidak lama kemudian ia kembali ke Gorontalo dan membentuk perkumpulan tani (Hulanga).

Nani Wartabone merupakan pejuang Gorontalo yang memerdekakan rakyat Gorontalo dari penjajahan kolonialisme pada tahun 1942. Foto: Dok UPTD Museum Gorontalo

Melihat kekuasaan negara asing yang begitu tinggi, Nani Wartabone mulai membangun strategi dengan masyarakat setempat untuk mengusir penjajah yang ada di Gorontalo. Kegigihannya bersama rakyat Suwawa, akhirnya ia berhasil menangkap semua pejabat Belanda di Gorontalo pada 1942.

Nani Wartabone meninggal di kampung halamannya di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango pada 3 Januari 1907.

3. Djalaludin Tantu

Djalaludin Tantu dikenal merupakan nama Bandar Udara Provinsi Gorontalo, yang berada di Kecamatan Isimu, Kabupaten Gorontalo. Siapa sangka, Djalaludin Tantu merupakan salah satu tokoh nasional yang berasal dari Gorontalo. Namun, data kelahiran dan tempat belum diketahui pasti.

Djalaludin  merupakan mayor penerbangan (Anumerta) di Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945, termasuk mencetuskan lahirnya Badan Keamanan Rakyat Oedara (BKRO).

Djalaludin Tantu, memimpin pasukan dalam merebut tanah Irian Barat yang saat itu dalam kekuasaan bangsa Belanda, dalam operasi Gajah Putih. Foto: Dok UPTD Museum Gorontalo

Pada masa kemerdekaan, Djalaludin bersama pemuda Gorontalo lainnya berusaha merebut lapangan terbang Gorontalo yang masih dikuasai tentara Kekaisaran Jepang pasca Proklmasi Kemerdekaan Indonesia.

Tidak hanya di Gorontalo, Djalaludin juga memimpin pasukan dalam merebut tanah Irian Barat yang saat itu dalam kekuasaan bangsa Belanda, dalam operasi Gajah Putih.

Djalaludin gugur saat menerbangkan pesawat Hercules C-130B dalam misi penerjunan pasukan tentara payung di Kalimantasn Utara.

4. Jusuf Sjarif Badudu

Badudu dikenal masyarakat Indonesia sebagai pembawa acara pembinaan Bahasa Indonesia. Foto: Dok UPTD Museum Gorontalo

J.S Badudu adalah seorang sastrawan dan salah satu pakar bahasa Indonesia setelah H.B Jassin. Badudu dilahirkan di Gorontalo pada 19 Maret 1926.  Dirinya memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra khusus linguistik di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dia aktif mengisi ruang bahasa Indonesia di TVRI sejak tahun 1977. Hingga dia mendapat gelar profesor pada tahun 1979.

Badudu dikenal masyarakat Indonesia sebagai pembawa acara pembinaan Bahasa Indonesia. Dengan jasa-jasanya terhadap pembinaan Bahasa Indonesia, maka ia diberi bintang jasa oleh pemerintah RI yakni, Satyalencana 25 tahun pengabdian dan Bintang Mahaputra yang diserahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001.

Jusuf Sjarif Badudu meninggal di Bandung, Jawa Barat di umur 89 tahun pada 12 Maret 2016.

5. John Ario Katili

John Ario Katili dikenal sebagai tokoh paling revolusioner dalam perkembangan ilmu geologi di Indoensia. Jasa-jasanya di bidang geologi, pendidik, birokrat, politisi, serta diplomat Indonesia hingga kini banyak dijadikan sebagai kiblat dalam pembelajaran di kalangan siswa dan mahasiswa.

John Ario Katili, dikenal juga pernah mendalami ilmu sastra secara langsung dari H.B Jassin. John Ario merupakan Doktor Geologi pertama di Indonesia. Foto: Dok UPTD Museum Gorontalo

John Ario dilahirkan di kampung Bugis di Kota Gorontalo pada 9 Juni 1929. Dirinya dikenal juga pernah mendalami ilmu sastra secara langsung dari H.B Jassin. John Ario merupakan Doktor Geologi pertama di Indonesia. Dengan karyanya di bidang Ilmu Saintis Geologi, maka ia diberi penghargaan Bintang Mahaputera Adipradanan pada tahun 1997, Ordre National Du Merite dari pemerintah Prancis dan berbagai bintang kehormatan dari Swedia, Prancis, Belanda hingga Rusia. Di usia 79 tahun dirinya meniggal di Jakarta pada 19 Juni 2008.

Reporter: Rahmat Ali

Editor: Febriandy Abidin