Mengenal Tradisi dan Sejarah Lebaran Ketupat di Gorontalo

Perayaan Lebaran Ketupat di Gorontalo pertama kali digelar oleh masyarakat keturunan Jawa-Tondano (Jaton), sejak kedatangan mereka pada tahun 1909. Mereka--transmigran dari Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara --pada saat itu tersebar di Desa Kaliyoso, Reksonegoro, Mulyonegoro, dan Yosonegoro, Kabupaten Gorontalo.

Orang-orang Jaton itu adalah keturunan Kiai Modjo yang diceritakan sempat diasingkan Belanda ke Minahasa. Sebelum akhirnya, mereka menyebar di Gorontalo dengan kebudayaan Lebaran Ketupat atau Hari Raya Sunnah.

Sebelum merayakan Lebaran Ketupat, masyarakat Jaton akan berpuasa sunnah Syawal selama enam hari setelah Idulfitri. Puncaknya, mereka akan membawa makanan ke masjid untuk didoakan, lalu dimakan bersama. Ada juga acara silaturahmi dengan masyarakat sekitar.

Ciri khas menu sajian dalam perayaan ini adalah kue mendut, serabi, koa, ketupat, daging ayam, dan sapi. Informasi itu banthayo dapatkan setelah mewawancarai tokoh masyarakat Jaton di Desa Kaliyoso, Limboto Barat, Husin Nurkamiden.

Anggota DewanAdat Gorontalo, Yamin Husain, mengatakan masyarakat di Gorontalo juga mengikuti tradisi itu dari masyarakat Gorontalo keturunan Jawa. Saat ini, beberapa wilayah yang ada di Gorontalo juga ikut menggelar Lebaran Ketupat.

"Intinya pada perayaan ini dijadikan ajang untuk silaturahmi, serta menjaga persaudaraan antar sesama masyarakat Gorontalo, dan semoga dengan momen lebaran ini bisa saling memaafkan serta menjalin kembali persaudaraan," jelas Yamin, saat ditemui di Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango.

Sumber: Banthayo.id partner resmi kumparan.