Sejarah dan Makna Nasi Kuning bagi Adat Gorontalo

GORONTALO– Nasi Kuning merupakan makanan yang selalu dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Di Gorontalo, makanan itu memiliki kemuliaan. Selalu menjadi hidangan setiap acara adat. Lantas, seperti apa sejarah dan kemuliaan nasi kuning di Gorontalo.?  

Saya menemui salah satu tokoh adat yang berada di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Hindar Sahihu (59), imam wilayah sekaligus tokoh adat di kecamatan tersebut mengatakan, nasi kuning sudah ada sebelum kerajaan Islam masuk Gorontalo.

Dari cerita nenek moyang, katanya, dahulu nasi kuning menjadi sesajian saat berdoa sebelum warga berburu di hutan. Penduduk desa awalnya akan melakukan tradisi 'mohile dua' yang berarti upacara meminta doa kepada penjaga hutan yang disebut 'Pulohuta'. Upacara tersebut dipimpin 'telenga', atau orang yang memiliki kekuatan untuk berhubungan langsung dengan makhluk halus. Maka ritual tersebut menyajikan daun sirih, pinang, tembakau, nasi kuning dan nasi merah.

“Dengan maksud memberi makan kepada penguasa hutan agar warga yang berburu terhindar dari kecelakaan,” jelasnya.Namun begitu, jelas Imam Hindar, ritual seperti itu mulai berkurang setelah masyarakat Gorontalo mengenal agama Islam. Sehingga dalam budaya Gorontalo, nasi kuning dianggap syarat makanan yang harus dihidangkan dalam acara adat maupun doa.“Karena kuning itu salah satu warna keramat dari sejumlah warna adat di Gorontalo,” jelasnya.

Menurut Imam Hindar, nasi kuning sering dibentuk segitiga seperti gunung. Itu melambangkan gunung emas, sebagai makna kemakmuran hidup yang luhur. Sehingga nasi kuning menjadi sajian utama dan sakral, dengan pengharapan bisa membawa berkah untuk orang tersebut.“Dalam adat Gorontalo, kuning memiliki arti mulia, kejujuran, kesetiaan dan kebesaran. Sehingga kuning itu selalu dikaitkan dengan kemakmuran,” terang Hindar.

Tambahnya, nasi kuning memiliki arti yang berbeda dalam setiap daerah di Indonesia. Bahkan kepercayaan di daerah lain, makanan itu memiliki posisi yang sangat mulia karena dianggap makanan para Dewa.“Banyak versi filosofi nasi kuning, tergantung daerah tersebut. Kalau kita di Gorontalo hanya mengambil maknanya dari warna kuning tersebut," pungkasnya.