Sejarah 'Tugu Peringatan' di Hutan Tangale, Gorontalo

GORONTALO - Di Hutan Tangale, tepatnya di Desa Labanu, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, berdiri tugu yang diduga sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Menurut Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo, BurhanisRamina, tugu itu berbentuk obelisk dan memiliki tulisan dalam bahasa Belanda "technicheleiders" dan "uitvoeroera". Selain itu ada tulisan nama, seperti G.R Boim, S. Moha, R. Monoarfa, H.P. Olii, Z. Wartabone, I. Van Gobel, A. Wartabone, K. Datau, N.Ali, dan B. Olii. Mereka dikenal sebagai pahlawan pada masa itu.

Tugu tersebut, kata Burhanis, sebagai bukti kontrak perjanjian atau kerja sama antara Belanda dan masyarakat Gorontalo.

"Dari jenis tulisan, dugaan saya prasasti itu sudah ada sejak kolonial Belanda masuk di wilayah Gorontalo. Nama-nama itulah yang ikut terlibat dalam pembuatan tugu tersebut," jelas Buhanis.

Fisik tugu, lanjut Burhanis, terbuat dari bahan beton dengan teknik cor. Agar tugu itu bertahan lama, direkatkan di atas batu alam yang cukup besar.

"Namun kami belum melakukan inventarisasi lebih pasti soal tugu itu," kata Buhanis.

Menurut warga, tugu itu dibangun pada abad ke-19, untuk memperingati kematian pencetus ruas jalan Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, sampai di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara.

"Bukanlah jalan yang sekarang. Namun, yang dimaksud dalam tugu tersebut adalah jalan yang dibangun pada masa kolonial. Dan itu tidak lagi digunakan karena sudah tertutup dengan pepohonan dan semak belukar," ungkap warga setempat, Ahmad Olii (75 tahun).

Ahmad menjelaskan, kala itu Pemerintah Kolonial Belanda menghimpun tenaga kerja yang berasal dari warga lokal di tiap-tiap desa di Kecamatan Limboto. Para buruh itu dipekerjakan sesuai jadwal yang diatur oleh Djogugu Olii--seorang kepala daerah saat itu.

"Kakek saya bercerita, jalan yang sebelumnya menjadi lintasan Limboto menuju Kwandang, bukanlah yang saat ini. Tapi yang dibuat Belanda kini sudah menjadi hutan," jelasnya.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menutup jalan itu lantaran akan merusak hutan. Menurut Ahmad, jalan tersebut dianggap sebagai akses untuk perburuan satwa dan pengambilan hasil hutan lainnya.

"Dari kebijakan itulah, pemerintah di masa itu sepakat untuk membangun jalan baru," pungkasnya.

Tugu itu berjarak kurang lebih 20 kilometer dari pusat Kabupaten Gorontalo. Terletak di pinggiran jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara. Berada tidak jauh dari tugu pembatas Desa Buhu, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo.