Kisah Pilu Mohamad Bakari, Calo Lansia Mengais Rejeki di Pinggir Jalan

Kisah Pilu Mohamad Bakari, Calo Lansia Mengais Rejeki di Pinggir Jalan
Mohamad Bakari alias Ka Ama, calo angkutan antar provinsi. Sabtu, (24/6). Foto: Dok banthayo

Kabupaten Gorontalo- Di balik pesatnya perkembangan dan pembangunan daerah, terselip kisah pilu masyarakat akibat himpitan ekonomi. Mohammad Bakari misalnya, pria yang tinggal di Desa Datahu, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo itu, nyaris luput dari perhatian pemerintah.

Pria tua yang bekerja sebagai calo di kawasan Bundaran Isimu itu, hidup serba dalam keterbatasan di sebuah gubuk reot yang mulai usang termakan usia.

Setiap hari Mohamad Bakari yang biasa disapa Ka Ama ini berjalan kaki dari rumahnya menuju lokasi tempat ia mengais rejeki. Rumah Ka Ama berjarak kurang lebih 2 kilo meter dari kawasan Bundaran Isimu. Usianya yang tak lagi muda, membuat langkah kakinya mulai terseok-seok.

“Saya turun dari rumah jam 5 pagi,” kata Ka Ama.

Ka Ama diapit Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Gorontalo, Haris Suparto Tome (kiri) dan Kepala Desa Datahu, Saiful Hemu (kanan) menemani Ka Ama berjalan kaki menuju kawasan Bundaran Isimu. Foto: Dok banthayo

Setibanya di tempat itu, Ka Ama langsung beraksi, Ia berdiri di pinggir jalan menanti orang-orang yang hendak berpergian ke Kota Manado atau Bitung. Menjadi calo angkutan antar provinsi, sudah lama dilakoni Ka Ama.

“Upah saya hanya bergantung pemberian sopir,” sambungya.

Ka Ama dan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Gorontalo, Haris Suparto Tome. Foto: Dok banthayo

Ka Ama, membatasi waktu bekerjanya. Yakni dari jam 6 pagi higgga jam 8 saja. Jika sudah memperoleh sedikit rejeki, ia akan kembali ke rumah sambil membawa bahan makanan yang ia beli dari uang hasil menjadi calo.

“Pendapatan saya setiap hari hanya Rp 30.000,”

Uang itu ia pakai untuk membeli beras, ikan dan rempah-rempah. Hidup dalam kemiskinan, tak lantas membuat Ka Ama dan istrinya pasrah dan menengadahkan tangan ke orang-orang. Meski harus tinggal di gubuk reot berukuran kurang lebih 6 x 5 meter itu, Ka Ama bersama istrinya tetap tegar menjalani kerasnya hidup.