Kisah Haru Ningsih Djafar, Buruh Cuci Menahan Lapar di Gubuk Reyot
Kabupaten Gorontalo- Nining Djafar bersama keluarganya di Desa Limehe Timur, Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo, hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Bangunan rumah yang mereka tempati terbuat dari bambu yang nyaris roboh. Rumah itu bahkan dipasang dua tiang penyangga di depan rumah yang tampak miring.
Nining adalah seorang ibu dua anak. Yakni Intan Tombuno berusia 12 tahun dan Iin Tombuno berumur 5 tahun. Nining bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan buruh cuci.
Setiap hari ia harus bangun pagi untuk mengurus anak-anaknya pergi bersekolah. Setelah mempersiapkan semua kebutuhan kedua putri tercintanya, Nining kemudian pergi bekerja di salah satu keluarga kaya yang tak jauh dari rumahnya.
“Pekerajaan saya, mencuci dan menyetrika,” kata Nining.
Upah yang ia terima tidak seberapa, yakni hanya Rp 600.000 perbulan. Uang itu habis ia gunakan untuk membantu biaya hidup keluarganya.
Di rumah berbahan bambu berukuran kurang lebih 5x6 meter ini menjadi satu-satunya istana bagi keluarga miskin ini. Nining dan suaminya Litman Tombuno, terpaksa menempati rumah berdinding anyaman bambu yang kondisinya sudah lapuk.
“Kalai hujan, luar dalam basah kena tempias,” ungkap Nining.
Lantai rumah yang terbuat dari semen banyak yang mulai rusak dan keropos di makan waktu. Dinding yang bolong membuat keluarga ini tidak bisa bisa tidur kala hujan mengguyur. Pasalnya hampir seluruh isi rumah terkena tempias.
“Kalau hujan semua ruangan basah kena tempias,” ucapnya.
Beruntung keluarga masih memiiki seorang kepala rumah tangga yang dengan senang hati dan bertanggung mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga ini. Suami Ningsih bekerja pengemudi bentor yang tak memiliki penghasilan tetap.
Keluarga Litman Tombuno merupakan salah satu potret keluarga miskin di Desa Limehe Timur, yang rumahnya masuk dalam kategori tidak layak huni. Keluarga ini menjadi salah satu calon penerima bantuan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Gorontalo.